Rembulan
Dalam Nirwana
Esok hari nan cerah ditemani seruan burung
berkicau serta dilengkapi dengan dinginnya pagi yang menjadi ciri khas kota
ini. Teramat sangat indah nan elok. Entah kenapa pagi ini aku bisa merasakan
semangatku yang sangat menggelora. Namun bisa jadi karena pagi ini adalah hari
pertama aku menginjak kelas 9. Sangat senang bukan, dan hari ini pula aku akan
bertemu dengan 3 teman-temanku yang amat aku sayangi sebut saja : Lia, Uzi, dan
Dani. Sudah 2 tahun kiranya kami berempat selalu bersama, sejak proses
menggapai keremajaan kami hingga saat ini. Bahkan kemana pun selalu bersama,
hingga banyak sekali kenangan yang membuat persahabatan kami sangatlah erat.
Entah kenapa aku ingin menulis semua kenangan
indah ini, tentang kami berempat dan tentunya aku ingin mengkisahkan cerita
tentang dirinya. Dirinya, sebut saja Dafa. Ternyata setiap curahan hati dari
kami berempat telah memasuki obrolan yang biasanya dibicarakan oleh anak remaja
masa kini. Tentunya itu semua tentang lima huruf yang sangat luar biasa
maknanya, namun susah sekali orang bisa mengungkapkan apa arti lima huruf
tersebut. Namun teramat indah nan mempesona kalau masalah rasanya. Sangat luar
biasa. Akan tetapi rasa itu bisa membalikkan 180 derajat pelakunya dari suka
menjadi duka atau sebaliknya. Rasa itu biasa dikenal dengan sebutan cinta. Tidaklah asing bagi setiap insan
remaja akan nama itu.
Kali
ini aku yang merasakannya. Namun aku belum berani untuk menceritakan apa yang
sedang aku rasakan kepada teman-temanku. Tibalah disela-sela waktu setelah kami
makan siang, yang menu kali ini adalah pecel dan nasi rames kesukaan kami,
membelinya di pasar sisi depan sekolah. Ku awali cerita ini perlahan, Lia mulai
penasaran, begitu pula Uzi mulai menebak-nebak, lain halnya dengan Dani yang saat
itu diam memperhatikan ceritaku. Lia memang mempunyai sifat penasaran yang
begitu hebat, Uzi dengan kebiasaanya yang aktif juga periang, sedangkan Dani juga
mempunyai rasa penasaran yang tinggi namun juga tipe orang yang ceplas ceplos. Hingga akhirnya mengghebohkan
curahan hati kami berempat saat itu. Memang kami sering melakukan hal itu
disela kesibukan kami. Hingga akhirnya tertebak juga tentang ceritaku. Lia yang
mengawali hal itu, sebut saja aku sedang jatuh cinta. Namun aku tidak bisa
menyangkal apa yang telah dikatakan oleh Lia karena itulah faktanya apa yang
aku rasakan saat ini. Lalu semakin menebak menjadi mengerti siapa, apa dan
bagaimana orang yang aku maksud selama curahan hati tadi. Canda tawa menghiasi
pembicaraan kami, hingga nasihat-nasihat serta saran dari teman-temanku.
Lelaki
gagah, tampan, pandai, atletis yang berkulit sawo muda serta berambut lurus itu
ternyata dapat memikat hatiku. Entah dari segi mana aku menyukainya, namun rasa
itu sudah terlanjur muncul. Dia salah satu lelaki yang terkenal juga di kalangan
guru serta mudah bergaul dengan banyak orang. Tidak jauh, dia masih 1 sekolah
dan juga anak kelas sebelah. Dia datang lalu membuatku merasa aman dan nyaman.
Dia juga aktif dalam setiap kegiatan di sekolah, dia hebat juga dalam bermelodi.
Dia lebih dominan berdiam diri namun sering berkumpul dengan teman-temannya. Itu
sepengetahuanku sekilas tentangnya. Aku belum terlalu mengenalnya lebih dalam.
Mungkin
belum lama, untuk itu aku ceritakan agar tak salah dalam melangkah ke depan. Lia,
temanku yang berambut ikal serta memiliki tubuh yang kuat ini memberikan
sarannya “yang terpenting adalah kamu yakin dan mantap sama dia”. Sedangkan
Dani, juga menasihatiku, “ semua keputusan ada di kamu, jika memang kamu suka
dan bisa membuat kamu bahagia, ya silahkan, karena yang akan menjalani itu
kamu”. Lain halnya dengan Uzi, katanya “ tapi jangan sampai membuat kamu sedih,
kalau ada apa-apa kamu harus bilang sama aku”. Mereka bertiga memang sangat
pengertian terhadapku, untuk itu teramat bangga sekali aku mengenalnya.
Kelas
tertinggi, kalanya di mana aku akan menemui sebuah peperangan dengan
pengorbanan serta kerja keras yang menggelora. Karena itulah aku takut jika aku
akan mengambil keputusan yang salah. Akan tetapi semakin hari semakin ada saja
hal yang membuatku selalu tersenyum karena ulahnya. Mungkin ini memang anugerah
dari Tuhan, mungkin juga ini salah satu proses yang mendewasakanku. Aku selalu
bertanya-tanya, “apa sebenarnya yang aku rasakan saat ini? Di luar dugaan,
sangat menghipnotisku”. Entah apa yang ada di fikiranku saat itu, seperti tak
tau kemana arah jalan fikiranku. Buntu akibat rasa yang tiba-tiba muncul itu.
Tiada
hari ku lalui tanpa sebuah keceriaan pada kali itu. Dia selau baik padaku,
begitu juga dengan teman-temanku. Sungguh anugerah Tuhan yang luar biasa.
Meskipun pendiam, kaku, keras kepala bahkan sulit untuk mengalah, itulah ciri
khasnya. Entah semua itu tak mengurangi kekagumanku pada sosoknya. Keputusan
pun sudah kuambil dan teramat aku tak menyesalinya. Berjalan dari waktu ke
waktu, dari fajar ke fajar. Beberapa tahun, sampailah pada suatu waktu. Sekian
lama baik-baik saja, namun kiranya ada sesuatu yang berbeda, aneh. Terkadang
sifat itu membuatnya seperti kekanak-kanakan. Roda selalu berputar terkadang
pemainnya ada di bawah terkadang pula kembali ke atas. Namun kalanya berada
diatas seolah semua kenangan duka itu terkalahkan oleh kebahagiaan yang ada.
Berulang-ulang konflik muncul, cukup mendewasakan. Padahal tidak ada salah satu
yang di posisi benar, semua salah namun tak mengakui akan hal tersebut.
Lewatlah
sekiranya 366 hari. Perubahan pada kehidupanku, banyak pelajaran berharga,
begitu pula kenangan yang menghiasi kehidupanku yang sungguh mempesona ini.
Tahu kupat dekat GOR, biasa aku dan dia sering menghabiskan waktu di sana. Warung
es Aroma, pempek Bu Siti, es buah, bakso Mas Bambang, susu segar, Java Steak,
Wakoel, kuliner yang pernah kita singgahi bersama. Saksi bisu akan
kenangan-kenangan manis.
Suatu
ketika ku tanya, “mau dibawa kemana?”. Yang aku butuhkan adalah sebuah jawaban,
tapi tidak. Dia hanya menggelengkan kepala, serta diam tanpa membuka mulutnya
sedikitpun untuk merespon pertanyaanku. Bingung, semua keadaan hening. Lelah,
kecewa atau bisa jadi sudah bosan. Selalu kutanyakan, namun tanpa ada perubahan
yang kembali menguatkanku. Hingga akhirnya, suatu malam yang harapku dapat
menyatukan kembali, namun aku salah. Tenyata berbanding terbalik dari apa yang
aku kira. Sang rembulan sedang tidak berpihak padaku, ia tidak ingin menjadi
saksi kala itu. Mungkin sudah saja, siapa tahu hari depan akan jauh lebih
indah. Semua hanya proses, rangkaian, seperangkat, bagian dari kehidupan ini.
Aku mensyukurinya. Ternyata memang benar, mereka bertiga yang selalu setia
menjadi pendengar akan kisahku jauh lebih membuat jiwaku kembali bersemangat.
Senyum, canda tawa, blak-blakan sudah
kembali dalam kehidupanku. Indah memang jauh lebih indah.
Dari
situlah aku dapat melihat serta merasakan sang mentari yang selalu menyambutku
dengan senyuman di esok hari, sang senja yang menutup dengan warna cantik
pesonanya. Hiasan bintang yang selalu menemani malamku. Hingga aku bangkit dari
kisah masa lalu berhargaku. Semua itu lukisan, pahatan, alunan, goresan, yang
tampak anggun namun memiliki makna yang sungguh perfeksionis. Seperti kata pepatah yang biasa aku menemuinya di
akun sosial, “buat hidupmu sempurna, dengan membuat orang disekitarmu bahagia.
Dan percayalah, akan ada banyak cinta yang datang menghampiri”.
Hingga
semua cerita itu berlalu dari hari ke hari, kembali menjadi biasa, menjadi
sederhana tapi penuh makna. Meski aneh dan sangat mengganjal, bahkan seperti
permainan. Hingga aku menemui jawabnya kala sang rembulan tak ingin tersenyum
padaku. Namun berharga sekali apa yang aku bisa rasakan hingga saat ini. Hingga
aku kembali terbiasa. Yang kini aku kembali bahagia. Untuk itu selalu bersyukur
akan apa yang ada dalam kehidupan kita itu memang sangatlah perlu. Percayalah,
di balik puncak gunung yang tinggi pasti ada sang mentari yang menghias cantik
dengan senyuman manisnya di kala fajar, dengan siluetnya serta warna orange
kekuningan yang menjadi khasnya.
(cerpen dari tugas Bahasa Indonesia)
1 komentar:
sopo sih kui ? penasaran aku =D
Posting Komentar